Hampir semua remaja
mainstream tau tentang tempat ngopi yang satu ini. Satu kedai kopi sederhana di daerah
Melawai Blok M, yang pernah di-film-kan. Iyalah, siapa yang nggak pengen ngeliat ada dua cowok ganteng jadi barista.
Chicco Jericho sama
Rio Dewanto yang lebih cocok jadi model, malah jadi barista. Bawaannya kopi sepait apapun, kalo yang bikin mereka mah jadi lebih manis dari
Caramel Frappucinnonya Starbucks. Tapi ngomong-ngomong tentang kopi pait, sebenernya nggak ada kopi yang pait menurut gue. Tapi kopi punya rasanya sendiri yang ajaib. Kadang ada yang rasa bersalah, rasa ingin memiliki atau rasa yang dulu pernah ada.
Hahaha! Becanda! Tapi serius, kopi itu rasanya macem-macem. Lebih tepatnya aroma sih. Ada yang
fruity, nutty, sweet, chocolate, herbal dll. Pinter ya gue? Iyalah jelas!
Browsing? Enggak doong!
Hahaha!
Alhamdulillah masih inget ilmu yang gue dapet waktu gue kerja di
Starbucks selama dua tahun dua bulan sebagai barista.
Starbucks punya tradisi selalu ngadain
coffee testing antar sesama barista atau
coffee talk ke
customer. Yang kita coba adalah seluruh
whole bean yang kita jual di
Starbucks. Dan kita harus ngelatih lidah dan penciuman kita sama macem-macem kopi. Awalnya gue sama sekali nggak suka sama kopi hitam yang paitnya lebih pait daripada idup gue! Dan gue mikir,
'ternyata masih ada yah yang lebih pait dari idup gue?' Ya kopi ini! Anjir curhat! Dan dulu, muka gue adalah muka yang selalu mendadak keriput kalo lagi
coffee testing karena rasanya yang pait. Tapi lama-lama gue mulai suka sama rasa-rasa kopi itu.
Yaaa.. Kopi itu sama kaya cinta lah.
Asedaaaap! Jadi karena kopi juga, gue bisa matahin pendapat bahwa
'CINTA ITU TIDAK BISA DIPAKSAKAN'.
Tsahelaaah!
Hahaha! Buktinya dari gue yang sama sekali nggak suka kopi, lama-lama jadi suka walopun awalnya karena terpaksa. Tapi malah gue yang jatuh cinta!
Cieee..
Cukup cerita tentang sedikit
flashbacknya gue tentang
Starbucks. Sekarang kembali ke
Filosofi Kopi. Hari Sabtu tanggal 6 Juni 2015, adalah kali pertama gue berkunjung kesana. Gue emang udah punya tempat ngopi langganan, di
Journey Coffee Tebet, tempat sekarang gue nulis
blog ini sambil nikmatin
Lintong Americano yang rasanya kece parah! Ibarat actor, doi
TAYLOR LUTNER-nya lah!
SEXYYYYY!!! Tapi malem minggu itu gue pengen coba suasana baru. Gue sih udah punya
'coffee map' sendiri,
coffee shop mana aja yang pengen gue kunjungin. Tapi ternyata pilihan gue jatuh ke
Filosofi Kopi. Gue kesana bukan pengen ala ala cewek jaman sekarang yang korban film terus jadi kecintaan. Apalagi karena ada
Chicco dan
Rio Dewanto disana. BUKAN. Kalo mereka berdua,
Alhamdulillah gue udah pernah ketemu kok, di studio tempat gue kerja, acara
talkshow yang dipandu sama
Baim Wong,
'Baim Kagak Jaim' RTV. Kebetulan emang mereka bintang tamunya, dan lagi promo film
Filosofi Kopi. Jadi kalo mau ketemu artis-artis ganteng, tungguin aja di kantor, entar juga mereka yang dateng ke gue. Udah sombong belom sih gue?
HAHAHAHA! Maap maap.
Sesampainya gue disana, karena untuk memenuhi
'birahi' gue untuk wisata kopi, dan ternyata tempatnya sesuai sama yang gue bayangin. Tapi enggak dengan pengunjungnya.
RAME BANGET BOOOOORRR!! Ya itu dia, dipenuhin sama cabe-cabean
mainstream yang baru belajar ngopi. Jadi disana hawanya nggak
'kopi' banget. Lebih kaya tempat
CLUBBING dengan antrian
GUEST LISTnya!
Syitmeen.. Masa mau ngopi dengan
standing party sih? Curiga gue minum
whiskey, bukan kopi. Dan setelah itu gue menemukan kekecewaan berikutnya. Gue nggak disambut seperti apa yang gue bayangin. Gue tau banget gimana rasanya kerja di bidang
service. Tapi gue nggak menerima perlakuan itu sama si barista kecil berambut
kelimis-pomade-mainstream itu. Sampe saatnya gue udah di depan dia dan mau nanya-nanya tentang kopi yang ada disana, nggak taunya dia malah sibuk sama hpnya. Temen disebelahnya pun cuma bisa bengong. Rasanya gue pengen ngasih pundak dan
tissue, terus bilang..
'Kamu lagi banyak masalah yah? Sini cerita sama aku. Kamu jangan sedih lagi yah.'
Setiap gue ke coffee shop, pasti gue 'interogasi' baristanya. Karena percuma kalo tempatnya enak, harganya terjangkau tapi
product knowledge baristanya kurang. Dan akhirnya gue yang
'agresif' nanya-nanya duluan, tanpa nunggu dia yang jelasin. Dan berhubung gue suka banget sama kopi yang aromanya
sweet, chocolate, akhirnya gue disarankan untuk minum kopi
TIWUS, kaya yang ada di film. Dan gue pake
brewing method 'aero press'. Selama mereka sibuk dibalik bar, gue seru sendiri ngamatin aktifitas mereka masing-masing. Mungkin kalo cewek-cewek lain akan fokus ngeliatin barista-baristanya dan mencari sosok
Chicco dan
Rio.
Uuhh ciyaan. Setelah nunggu agak lama, barista ber
tattoo nanya ke gue,
'Pake paper cup aja nggak papa Kak? Soalnya gelasnya abis.'
Gue langsung pasang tampang kecewa se-kecewa-kecewanya sambil bilang
'YAAAAAAAHHHHHH.....'
Sebenernya itu lebih ke kode sih,
'plis cariin cangkir! Gue nggak mau PAPER CUP!!!' Dan untungnya barista ber
tattoo itu bukan
'memaksa' gue untuk tetep pake
paper cup tapi
'memaksa' temen-temennya untuk cariin cangkir kopi buat gue.
Yihaaaa.. Thank you honey..
Setelah kopinya jadi, ternyata
Tiwus sama sekali nggak mengecewakan. Tapi gue mikir, kayanya lebih enak kalo dibikin tubruk deh, kaya kopi pesenan temen gue,
Tiwus Tubruk. Gue bener-bener nikmatin malem minggu gue disana sambil baca majalah berbahasa Inggris yang ada disana. Gue emang nggak melangsungkan kebiasaan ngopi gue sambil dengerin lagu di hp dengan
earpod seperti biasa, karena gue kesana berdua sama temen gue. Dan itu sebenernya bikin
AWKWARD sih, karena gue harus mendengarkan percakapan dua cabe-cabean sebelah gue yang gelisah karena tempat duduknya nggak nyaman, KARENAAAAA....
ANGLE SELFIENYA JELEK! Syitmeeeeennn!!! Thank God, nggak lama dia pindah tempat.
Tapi
'siksaan' gue nggak berakhir disitu. Karena nggak lama ada sepasang muda mudi yang sepertinya lagi
PDKT. Karena pas suasana udah mulai hening, tau-tau si cowok ngomong gini,
'Ah, kopinya pait. Tapi kalo ngeliat kamu jadi MANIS kok!'
JEDAAAAAARRRRR!!! Dan seketika gue ngebayangin mukanya dia yang senyam senyum manja.
MAAAASSSS, Please deeeehh... My granny can do better. Tapi akhirnya
'penyiksaan' gue berakhir dengan datangnya
Chicco Jericho, yang disambut meriah sama barista-barista yang lagi istirahat di depan kedai. Tapi gue tau banget gimana jadinya malem itu. Dan ternyata bener aja,
Chicco jadi sasaran untuk dimintain foto bareng terus. Yaaa, nasib orang ganteng gimana dong?
Hahaha.. Tapi gue nggak mau jadi salah satu
customer yang ikut-ikutan minta foto dengan mupengnya. Lagi juga keliatan dari mukanya
Chicco yang agak cape, dan masih pake baju rapi kaya abis pulang dari acara formal.
Chicco pun sesekali masuk bar untuk bikin kopi buat
customer dan lagi-lagi setelah itu.... dimintain foto bareng.
Hahaha..
Pas gue udah ganti majalah kedua, ternyata ada
'kejutan kecil' di lembaran majalah itu.
Ah, ini pasti kerjaannya Chicco deh, buat bikin surprise ke gue. Azeg azeeg! Hahaha.. Dan ternyata nggak sampe disitu,
Fix meen, pasti ini kerjaan
Chicco yang mau menghibur gue yang
LELAH.
Tsahelaaah.. HAHAHAHAHA.. Tapi asli, kopi bisa mengobati mumetnya otak.
Because 'drugs don't work, but coffee does'. Sedaaaap!
Dan setelah pengalaman pertama gue ke
Filosofi Kopi, gue akan tetep dateng kesana
(walopun sempet kecewa), tapi di waktu yang beda. Mungkin di
weekdays, sore-sore gitu, biar nggak penuh sama orang-orang
mainstream kaya tadi.
Hahaha.. Perfecto!
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬
BalasHapusTempat yang menarik ya, bagiku kopi adalah suplai kafein dan sebagai penulis aku bertugas mengubah kafein itu menjadi buku. :)
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬