Selasa, 09 Juni 2015

My First 'Filosofi Kopi'

Hampir semua remaja mainstream tau tentang tempat ngopi yang satu ini. Satu kedai kopi sederhana di daerah Melawai Blok M, yang pernah di-film-kan. Iyalah, siapa yang nggak pengen ngeliat ada dua cowok ganteng jadi barista. Chicco Jericho sama Rio Dewanto yang lebih cocok jadi model, malah jadi barista. Bawaannya kopi sepait apapun, kalo yang bikin mereka mah jadi lebih manis dari Caramel Frappucinnonya Starbucks. Tapi ngomong-ngomong tentang kopi pait, sebenernya nggak ada kopi yang pait menurut gue. Tapi kopi punya rasanya sendiri yang ajaib. Kadang ada yang rasa bersalah, rasa ingin memiliki atau rasa yang dulu pernah ada. Hahaha! Becanda! Tapi serius, kopi itu rasanya macem-macem. Lebih tepatnya aroma sih. Ada yang fruity, nutty, sweet, chocolate, herbal dll. Pinter ya gue? Iyalah jelas! Browsing? Enggak doong! Hahaha! Alhamdulillah masih inget ilmu yang gue dapet waktu gue kerja di Starbucks selama dua tahun dua bulan sebagai barista.
Starbucks punya tradisi selalu ngadain coffee testing antar sesama barista atau coffee talk ke customer. Yang kita coba adalah seluruh whole bean yang kita jual di Starbucks. Dan kita harus ngelatih lidah dan penciuman kita sama macem-macem kopi. Awalnya gue sama sekali nggak suka sama kopi hitam yang paitnya lebih pait daripada idup gue! Dan gue mikir, 'ternyata masih ada yah yang lebih pait dari idup gue?' Ya kopi ini! Anjir curhat! Dan dulu, muka gue adalah muka yang selalu mendadak keriput kalo lagi coffee testing karena rasanya yang pait. Tapi lama-lama gue mulai suka sama rasa-rasa kopi itu. Yaaa.. Kopi itu sama kaya cinta lah. Asedaaaap! Jadi karena kopi juga, gue bisa matahin pendapat bahwa 'CINTA ITU TIDAK BISA DIPAKSAKAN'. Tsahelaaah! Hahaha! Buktinya dari gue yang sama sekali nggak suka kopi, lama-lama jadi suka walopun awalnya karena terpaksa. Tapi malah gue yang jatuh cinta! Cieee..
Cukup cerita tentang sedikit flashbacknya gue tentang Starbucks. Sekarang kembali ke Filosofi Kopi. Hari Sabtu tanggal 6 Juni 2015, adalah kali pertama gue berkunjung kesana. Gue emang udah punya tempat ngopi langganan, di Journey Coffee Tebet, tempat sekarang gue nulis blog ini sambil nikmatin Lintong Americano yang rasanya kece parah! Ibarat actor, doi TAYLOR LUTNER-nya lah! SEXYYYYY!!! Tapi malem minggu itu gue pengen coba suasana baru. Gue sih udah punya 'coffee map' sendiri, coffee shop mana aja yang pengen gue kunjungin. Tapi ternyata pilihan gue jatuh ke Filosofi Kopi. Gue kesana bukan pengen ala ala cewek jaman sekarang yang korban film terus jadi kecintaan. Apalagi karena ada Chicco dan Rio Dewanto disana. BUKAN. Kalo mereka berdua, Alhamdulillah gue udah pernah ketemu kok, di studio tempat gue kerja, acara talkshow yang dipandu sama Baim Wong, 'Baim Kagak Jaim' RTV. Kebetulan emang mereka bintang tamunya, dan lagi promo film Filosofi Kopi. Jadi kalo mau ketemu artis-artis ganteng, tungguin aja di kantor, entar juga mereka yang dateng ke gue. Udah sombong belom sih gue? HAHAHAHA! Maap maap.
Sesampainya gue disana, karena untuk memenuhi 'birahi' gue untuk wisata kopi, dan ternyata tempatnya sesuai sama yang gue bayangin. Tapi enggak dengan pengunjungnya. RAME BANGET BOOOOORRR!! Ya itu dia, dipenuhin sama cabe-cabean mainstream yang baru belajar ngopi. Jadi disana hawanya nggak 'kopi' banget. Lebih kaya tempat CLUBBING dengan antrian GUEST LISTnya! Syitmeen.. Masa mau ngopi dengan standing party sih? Curiga gue minum whiskey, bukan kopi. Dan setelah itu gue menemukan kekecewaan berikutnya. Gue nggak disambut seperti apa yang gue bayangin. Gue tau banget gimana rasanya kerja di bidang service. Tapi gue nggak menerima perlakuan itu sama si barista kecil berambut kelimis-pomade-mainstream itu. Sampe saatnya gue udah di depan dia dan mau nanya-nanya tentang kopi yang ada disana, nggak taunya dia malah sibuk sama hpnya. Temen disebelahnya pun cuma bisa bengong. Rasanya gue pengen ngasih pundak dan tissue, terus bilang..
'Kamu lagi banyak masalah yah? Sini cerita sama aku. Kamu jangan sedih lagi yah.'
Setiap gue ke coffee shop, pasti gue 'interogasi' baristanya. Karena percuma kalo tempatnya enak, harganya terjangkau tapi product knowledge baristanya kurang. Dan akhirnya gue yang 'agresif' nanya-nanya duluan, tanpa nunggu dia yang jelasin. Dan berhubung gue suka banget sama kopi yang aromanya sweet, chocolate, akhirnya gue disarankan untuk minum kopi TIWUS, kaya yang ada di film. Dan gue pake brewing method 'aero press'. Selama mereka sibuk dibalik bar, gue seru sendiri ngamatin aktifitas mereka masing-masing. Mungkin kalo cewek-cewek lain akan fokus ngeliatin barista-baristanya dan mencari sosok Chicco dan Rio. Uuhh ciyaan. Setelah nunggu agak lama, barista bertattoo nanya ke gue,
'Pake paper cup aja nggak papa Kak? Soalnya gelasnya abis.'
Gue langsung pasang tampang kecewa se-kecewa-kecewanya sambil bilang
'YAAAAAAAHHHHHH.....'
Sebenernya itu lebih ke kode sih, 'plis cariin cangkir! Gue nggak mau PAPER CUP!!!' Dan untungnya barista bertattoo itu bukan 'memaksa' gue untuk tetep pake paper cup tapi 'memaksa' temen-temennya untuk cariin cangkir kopi buat gue. Yihaaaa.. Thank you honey..
Setelah kopinya jadi, ternyata Tiwus sama sekali nggak mengecewakan. Tapi gue mikir, kayanya lebih enak kalo dibikin tubruk deh, kaya kopi pesenan temen gue, Tiwus Tubruk. Gue bener-bener nikmatin malem minggu gue disana sambil baca majalah berbahasa Inggris yang ada disana. Gue emang nggak melangsungkan kebiasaan ngopi gue sambil dengerin lagu di hp dengan earpod seperti biasa, karena gue kesana berdua sama temen gue. Dan itu sebenernya bikin AWKWARD sih, karena gue harus mendengarkan percakapan dua cabe-cabean sebelah gue yang gelisah karena tempat duduknya nggak nyaman, KARENAAAAA.... ANGLE SELFIENYA JELEK! Syitmeeeeennn!!! Thank God, nggak lama dia pindah tempat.
Tapi 'siksaan' gue nggak berakhir disitu. Karena nggak lama ada sepasang muda mudi yang sepertinya lagi PDKT. Karena pas suasana udah mulai hening, tau-tau si cowok ngomong gini,
'Ah, kopinya pait. Tapi kalo ngeliat kamu jadi MANIS kok!'
JEDAAAAAARRRRR!!! Dan seketika gue ngebayangin mukanya dia yang senyam senyum manja. MAAAASSSS, Please deeeehh... My granny can do better. Tapi akhirnya 'penyiksaan' gue berakhir dengan datangnya Chicco Jericho, yang disambut meriah sama barista-barista yang lagi istirahat di depan kedai. Tapi gue tau banget gimana jadinya malem itu. Dan ternyata bener aja, Chicco jadi sasaran untuk dimintain foto bareng terus. Yaaa, nasib orang ganteng gimana dong? Hahaha.. Tapi gue nggak mau jadi salah satu customer yang ikut-ikutan minta foto dengan mupengnya. Lagi juga keliatan dari mukanya Chicco yang agak cape, dan masih pake baju rapi kaya abis pulang dari acara formal. Chicco pun sesekali masuk bar untuk bikin kopi buat customer dan lagi-lagi setelah itu.... dimintain foto bareng. Hahaha..
Pas gue udah ganti majalah kedua, ternyata ada 'kejutan kecil' di lembaran majalah itu.
Ah, ini pasti kerjaannya Chicco deh, buat bikin surprise ke gue. Azeg azeeg! Hahaha.. Dan ternyata nggak sampe disitu,
Fix meen, pasti ini kerjaan Chicco yang mau menghibur gue yang LELAH. Tsahelaaah.. HAHAHAHAHA.. Tapi asli, kopi bisa mengobati mumetnya otak. Because 'drugs don't work, but coffee does'. Sedaaaap!
Dan setelah pengalaman pertama gue ke Filosofi Kopi, gue akan tetep dateng kesana (walopun sempet kecewa), tapi di waktu yang beda. Mungkin di weekdays, sore-sore gitu, biar nggak penuh sama orang-orang mainstream kaya tadi. Hahaha.. Perfecto!